Jumat, 10 April 2009

CATATAN TERAKHIR
DI BUKU BIRU


Angin malam berhembus lurus vertikal melaju kencang. Hawa dingin menusuk kulit, sesekali terdengar suara jangkrik mengusik sepinya malam. Tak ada hiasan sinar bintang dan cahaya bulan. Tapi, aku bingung…ia selalu memandangi hitamnya langit. Aku tak tahu apa yang sedang kau pikirkan. Kau selalu di tempat yang favorit itu, ya...avoid, dan disinilah kita selalu bertemu, sahabatku…
Duduk diam tanpa terucap sepatah katapun, itulah yang biasa Andi lakukan setiap hari. Ia adalah sosok orang yang bisa dibilang kurang pandai dalam bergaul. Aku tak tahu ini bisa terjadi. Di kelas unggulan ini, ia selalu diam seribu bahasa dan biasa duduk sendiri. Walaupun ia selalu sendiri, aku tahu, dia adalah anak yang cerdas dan biasa masuk peringkat 3 besar dikelas. Memang, dengan akulah Andi biasa ngobrol,curhat dan bercanda tawa, bukan dengan teman yang lainnya.
Sudah biasa aku mendengar, banyak teman bilang ia orang gila,aneh,kuper,cupu dan masih banyak lagi. Tapi ia selalu tegar dalam mendengarkannya. Tak jadi masalah baginya,sungguh mulia hatimu sahabat….Ia sering menulis sesuatu hal yang suka maupun duka di buku favoritnya,”buku biru”, yang katanya ia beli dengan harga 2000 rupiah, tak mahal memang, tapi buku itu bagaikan sebuah benda yang paling berharga bagi dirinya.
“Andi, kamu mau daftar organisasi ?? ” tanyaku pelan penuh harap.
“Tidak !! “ jawab Andi, jawaban yang begitu singkat Andi lontarkan.
“Lho…kenapa ? tanyaku lagi.
“Nggak kenapa-napa kok “ jawabnya.
Aku juga bingung kenapa ia tak tertarik masuk organisasi, padahal ia mempunyai banyak potensi yang gemilang. Dia adalah temanku yang sangat hebat. Bila aku bingung soal pelajaran, diasrama ia selalu membantuku dalam mengerjakan dan menyelesaikannya. Aku dan Andi bisa akrab karena jadi satu regu kelompok kerja. Ia adalah sahabat sejatiku, sahabat yang mau mengerti tentang aku,sahabat yang terus selalu membantuku, walaupun kerap sekali mendapat hadiah ejekan dan cacian dari orang lain, tapi Andi tetap sabar dan tegar. Ia memang hebat, benar-benar hebat, bagaikan segumpal karang yang tak hancur dihantam gelombang besar.

Waktu terus melaju begitu singkat, seolah waktu terus berlari tiada henti. Kini 1 minggu lebih 2 hari, ia tak tampak dikelas dan bangku depan pojok kanan kini kosong tak berpenghuni. Entah apa yang terjadi, aku tak tahuapa yang menimpa dirinya, akupun bingung. Tak henti-hentinya aku selalu berusaha mencari informasi kesana-kemari tentang dirinya, tapi hasilnya tatap nihil. Aku tambah bingung, benar-benar bikin aku bingung dan khawatir.
Waktu itu, aku usai membaca buku diperpustakaan, 2 hari kemudian datanglah pengurus OSIS perlahan-lahan berjalan menuju kelasku, ia minta dana sumbangan untuk orang sakit. Lalu kutanya siapa yang sakit.
“Kak, emangnya yang sakit siapa ?? “ tanyaku lirih.
“Temanmu, Andi !! “
Aku kaget hampir jantungku mau copot, rasanya seperti tersambar petir di siang bolong, saat mendengarnya. Ternyata sahabat sejatiku menderita penyakit yang cukup sulit untuk disembuhkan, sudah lama ia merahasiakannya. Aku tak tahu, dia juga tak pernah cerita sedang menderita Kanker Otak.
Aku hanya bisa diam mendengar kabar itu,sedih bercampur gundah menyelimuti hatiku. Wahai sahabatku, disini aku hanya bisa berdoa untuk kesembuhanmu,sabarlah dalam menahan rasa sakitmu. Semoga Allah menyembuhkanmu.
Tiga minggu berlalu dengan penuh harapan, rasanya begitu cepat, aku tak menyangka, Andi sekarang terbaring lemah di Rumah Sakit, sahabatku sedang diuji oleh Allah dengan rasa sakitnya. Aku pun berharap ia cepat sembuh dan bisa ngobrol bareng dan bisa mengajariku lagi.
~~**~~

Tepat pukul 10 pagi, matahari belum begitu menyengat kepala. Tiba-tiba seorang guru mengabarkan bahwa Andi telah meninggal dunia. Hatiku serasa mati mendengar kabar itu, tak kuasa menahan tegaknya aku berdiri, rasanya aku ingin segera berteriak kencang. Sahabat yang selalu setia menemaniku,mengajariku, kini telah pergi, pergi jauh dan takkan pernah kembali, kini tinggal kenangan. Kuberanikan diriku untuk izin ikut melayat sahabatku, ya..untuk mengiringi kepergian seorang sahabat sejati untuk yang terakhir kalinya di Pemakaman Umum didaerahnya.
Aku tak tega, melihat Ibu Andi yang sangat terpukul atas kepergiannya, begitu juga aku. Perlahan-lahan butiran air mata membasahi pipiku. Banyak sekali yang merasa kehilangan. Orang-orang telah beranjak pulang, tinggal aku yang masih berada disamping tempat istirahatnya yang terakhir ini. Aku pun teringat masa-masa indah kala aku bercanda tawa dengannya, sungguh tak terlupakan, banyak sekali kenangan yang tak mungkin hilang dalam memoriku, kenangan yang tak bisa terungkap dengan kata-kata.
Daun-daun kering mulai berjatuhan, pertanda sudah tak mampu lagi berfotosintesis. Angin sepoiberlalu lalang seraya menhampiriku. Tiba-tiba seorang pria setengah baya, berbalut kemeja hitam berpeci, datang menghampiriku.
Tepat sekali, laki-laki itu ayah Andi. Dengan mata berkaca-kaca, beliau memberiku sebuah bingkisan kotak terbungkus kertas hijau cukup rapi. Aku menatapnya, hanya anggukan yang beliau tampakkan kepadaku.
Aku penasaran apa isi dari bingkisan itu, ku buka pelan, aku sangat terkejut melihat isinya, sebuah buku biru yang selalu ia bawa, ia berikan untuk ku. Ku buka isinya perlahan, dan sungguh indah. Banyak cerita-cerita kami yang ia curahkan di buku itu. Jeritan hati, suka maupun duka perjalanan hidup. Dihalaman buku terakhir ini kulihat tulisan terakhir Andi.
Untuk sahabat sejatiku….
Sampai disinilah perjumpaan kita, memang terasa cepat bagaikan air yang mengalir deras di sungai, pahit rasanya. Tapi kau adalah sahabat terbaikku yang tak akan kulupakan. Maafkan aku sahabat, hanya ini yang bisa aku berikan untukmu. Terimalah dan jagalah baik-baik, sahabatku….Selamat tinggal…sampai bertemu di surga nanti….
Sahabatmu…
Andi…..
Tak bisa kebendung lagi, air mata ku kembali membasahi pipiku, tiap tetes membasahi tulisan terakhir buku itu. Selamat jalan sahabatku…semoga engkau diterima di sisi-Nya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar